KUNINGANSATU.COM,- Kritik tajam dilayangkan oleh Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kuningan terhadap program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang tengah digulirkan pemerintah. Roy Aldilah selaku Kabid Hikmah PC IMM Kuningan menyampaikan keprihatinan mendalam atas implementasi MBG di lapangan yang dinilai jauh dari harapan.

Menurut Roy, program yang awalnya digadang-gadang sebagai penyuplai gizi generasi masa depan menuju Indonesia Emas 2045 justru menuai masalah serius. Ia menegaskan bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan MBG berubah menjadi “Makan Beracun Gratis”.

“Program MBG digadang-gadang sebagai wujud kepedulian negara terhadap pemenuhan gizi anak-anak dan generasi penerus bangsa, sebuah program bermartabat dan bermakna. Namun kenyataannya banyak laporan bahwa implementasi justru jauh dari ideal, kualitas tidak sesuai standar gizi, kebersihan dipertanyakan, bahan tidak transparan, dan kontrol mutu lemah. Program yang seharusnya menjadi simbol keadilan sosial kini tampak sebagai pencitraan tanpa komitmen nyata,” ungkapnya.

Roy menambahkan, laporan masyarakat yang masuk baik melalui media sosial maupun secara langsung ke IMM menunjukkan indikasi serius. Di beberapa titik, siswa diduga mendapatkan hidangan yang kurang sehat, bahkan dikhawatirkan tercemar sehingga layak konsumsi pun dipertanyakan.

“Jika benar terjadi demikian, ini adalah pengkhianatan terhadap kepercayaan publik dan amanah negara. Makan sehat tidak boleh dijadikan komoditas politik tanpa jaminan keamanan pangan,” tegasnya.

Lebih lanjut Roy menyoroti bahwa MBG sejatinya bukanlah program gratis murni karena seluruh pendanaan bersumber dari pajak rakyat. Menurutnya setiap kegagalan dalam MBG merupakan kegagalan negara dalam menghormati hak warga.

IMM Kuningan juga menemukan lemahnya peran tenaga ahli gizi dalam program ini.

Roy mempertanyakan secara terbuka:

Siapa ahli gizi yang terlibat dalam perencanaan menu MBG Kuningan?

Apakah ada standarisasi gizi berdasarkan usia dan jenjang pendidikan?

Apakah ada audit rutin mutu gizi dan laporan transparan ke publik?

Jika terjadi keluhan kesehatan bagaimana mekanisme tanggung jawab penyedia?

Selain aspek gizi ia juga menyoroti lemahnya pengawasan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di dapur penyedia MBG.

“Dapur MBG menjadi titik kritis. Aspek kebersihan, sanitasi, alur penyajian, higienitas bahan baku, serta standar K3 termasuk kesehatan pengelola dapur mesti diawasi ketat. Apakah ada petugas K3 khusus di tiap titik penyedia. Apakah dapur sudah memenuhi standar sanitasi pangan. Siapa yang bertanggung jawab jika terjadi keracunan massal,” katanya.

Roy juga mendesak agar ada audit kesehatan tenaga dapur, keterlibatan BPJS Kesehatan, hingga sertifikasi kesehatan yang wajib dipublikasikan. Menurutnya tanpa pengawasan ketat, dapur MBG bisa menjadi ruang bahaya tersembunyi.

Ia menegaskan harus ada sanksi tegas terhadap penyedia MBG yang terbukti menyajikan makanan tidak layak, termasuk mekanisme pengaduan warga yang responsif dan transparan. IMM bahkan mendorong pembentukan tim pengawas gabungan dari mahasiswa, orang tua siswa, ahli gizi independen, BPK, hingga Inspektorat.

“Kalau perlu hentikan sementara MBG di titik bermasalah hingga standar mutu terbukti aman dan layak,” tandasnya.

IMM Kuningan juga menyerukan agar masyarakat khususnya orang tua siswa dan pihak sekolah tidak pasrah menerima kondisi ini. Roy mengajak publik untuk aktif meminta transparansi dan mengajukan pertanyaan kritis ke DPRD maupun OPD terkait.

“Kita tidak meminta sisa makan gratis, kita menuntut hak anak-anak mendapatkan asupan gizi yang layak, aman, dan bermartabat sebagaimana janji negara. Jika program ini gagal maka lebih baik dihentikan ketimbang merusak kepercayaan publik dan kesehatan generasi penerus,” pungkasnya.***

Deskripsi Iklan Anda