1000 Lilin Untuk Keadilan: Nyala Harapan di Tengah Gelapnya Kasus Kuningan Caang!
KUNINGANSATU.COM,- Suasana malam di depan Pendopo Kabupaten Kuningan berubah menjadi lautan cahaya. Ratusan lilin menyala serempak, menerangi halaman yang biasanya gelap. Kamis malam (23/10/2025), ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) bersama masyarakat dari berbagai lapisan menggelar aksi damai bertajuk “Gerakan 1000 Lilin” sebagai bentuk kepedulian terhadap penanganan kasus dugaan penyelewengan mega proyek “Kuningan Caang” yang dinilai jalan di tempat dan tanpa kejelasan.
Aksi yang diberi tajuk “Kuningan Caang-keun” ini berlangsung damai dan penuh makna. 1000 lilin dinyalakan di depan gerbang pendopo bupati, menyinari wajah-wajah penuh harap. Para peserta aksi duduk bersila, berdoa dalam diam, seolah sedang mengirimkan pesan kepada langit dan nurani bangsa. Lilin-lilin kecil itu menjadi simbol bahwa meski cahaya keadilan tampak redup, sinarnya belum sepenuhnya padam di hati rakyat.
“Seribu lilin ini adalah simbol keyakinan. Bahwa keadilan itu tidak bisa dipadamkan. Walau kecil, nyalanya akan terus hidup jika dijaga bersama,” ujar seorang peserta dari GMNI Kuningan.
Tak hanya doa dan renungan, dalam aksi ini juga dilakukan penandatanganan petisi bersama. Ratusan mahasiswa dan masyarakat menandatangani lembar petisi yang berisi desakan kepada Kejaksaan Negeri Kuningan agar segera mengusut tuntas dugaan penyelewengan dalam proyek Kuningan Caang yang disebut-sebut bernilai miliaran rupiah. Petisi ini menjadi bukti nyata bahwa publik tidak tinggal diam terhadap lambannya penegakan hukum.
“Kami ingin Kejaksaan bergerak dengan nurani, bukan tekanan. Ini aksi moral, bukan politik. Kami ingin Kuningan benar-benar ‘Caang’, bukan hanya karena lampu jalan, tapi karena keadilannya juga menyala,” tutur Rizal, koordinator aksi yang juga merupakan aktivis PMII.

Aksi ini berlangsung sangat tertib dan penuh penghormatan. Polres Kuningan dan Kodim 0615/Kuningan ikut mengamankan jalannya kegiatan tanpa gesekan sedikit pun. Bahkan ketika doa bersama dipanjatkan, aparat keamanan pun ikut menundukkan kepala bersama para peserta aksi. Dalam momen itu, tidak ada lagi batas antara mahasiswa, masyarakat, dan aparat karena semua bersatu dalam satu kesadaran bahwa keadilan adalah milik bersama.
Bagi masyarakat yang hadir, aksi ini bukan sekadar protes, tapi bentuk renungan sosial.
“Kami datang bukan untuk marah, tapi untuk mengingatkan. Lilin ini kecil, tapi kalau menyala bersama, bisa menerangi seluruh Kuningan,” kata, Ronie salah satu warga yang hadir sambil memegang lilin di tangan.
Hingga malam larut, ribuan cahaya kecil itu masih berpendar di depan pendopo. Di tengah udara dingin dan angin yang sesekali berembus, nyala lilin-lilin itu seolah menolak padam seperti semangat masyarakat yang masih percaya bahwa keadilan, meskipun redup, pasti akan kembali menyala. Gerakan 1000 Lilin menjadi penanda bahwa perjuangan untuk menegakkan keadilan tidak selalu dilakukan dengan teriakan dan spanduk, tapi bisa juga melalui keheningan, doa, dan cahaya kecil yang memancarkan keikhlasan. Dari aksi ini, Kuningan tidak hanya menyalakan lilin, tetapi juga menyalakan kembali harapan bahwa Kuningan Caang sejatinya bukan sekadar proyek infrastruktur, melainkan cermin dari cita-cita masyarakat akan pemerintahan yang bersih dan terang oleh keadilan.***



Tinggalkan Balasan