KUNINGANSATU.COM,- Aktivis muda Kabupaten Kuningan, Roy Aldilah, menyoroti keras rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Kuningan Tahun Anggaran 2026 yang tengah dibahas DPRD bersama Pemerintah Daerah. Ia menilai, lonjakan target retribusi daerah hingga sepuluh kali lipat dari tahun sebelumnya sangat tidak realistis dan berpotensi memunculkan kembali tragedi “gagal bayar” jilid II yang pernah mengguncang keuangan daerah.
Roy mengapresiasi sikap kritis Fraksi-fraksi DPRD Kuningan yang mewarning Bupati Dr. Dian Rachmat Yanuar agar lebih berhati-hati dalam menyusun target pendapatan daerah. “Pandangan umum fraksi sudah cukup tegas mengingatkan agar Bupati tidak terlalu optimistis menetapkan target. Kalau ini hanya akrobat angka tanpa basis perhitungan rasional, yang rugi tetap rakyat,” ujar Roy kepada kuningansatu.com, Jum’at (10/10/2025).
Dalam dokumen RAPBD 2026, pemerintah daerah menargetkan pendapatan daerah sebesar Rp2,796 triliun, naik tipis dibanding APBD 2025 sebesar Rp2,77 triliun, namun masih lebih rendah dari realisasi tahun 2024 senilai Rp2,89 triliun. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) ditetapkan mencapai Rp475,04 miliar, meningkat dari Rp431,09 miliar (2025) dan Rp366,19 miliar (2024).
Yang paling disorot, kata Roy, adalah lonjakan drastis komponen retribusi daerah dari Rp21,66 miliar menjadi Rp219,24 miliar dalam satu tahun. “Kenaikan sepuluh kali lipat ini bukan hanya mencurigakan, tapi juga menimbulkan tanda tanya besar. Komponen apa yang melonjak sedrastis itu? Apakah ada basis ekonomi riilnya?” ujarnya.
Roy juga menyinggung catatan pada pandangan umum fraksi terkait penurunan belanja modal dari Rp189,33 miliar menjadi Rp146,05 miliar pada 2026, di saat belanja operasi justru meningkat hingga Rp2,76 triliun.
“Ini ironis. Belanja operasional naik besar-besaran sementara belanja modal turun. Padahal yang dibutuhkan rakyat adalah pembangunan nyata, bukan sekadar biaya birokrasi,” tegasnya.
Lebih lanjut, Roy juga mendesak agar Pemkab Kuningan membuka secara transparan perhitungan dasar penetapan target pendapatan, terutama dari sektor retribusi dan BUMD. Ia menilai, target setinggi itu bisa menjerumuskan pemerintah pada defisit dan kembali menciptakan masalah gagal bayar.
“Ini saatnya DPRD dan publik bersama-sama mengawasi. Kalau tidak hati-hati, 2026 bisa menjadi tahun penuh jebakan fiskal. Jangan sampai Kuningan jadi contoh daerah yang berani menetapkan target besar, tapi akhirnya tak sanggup membayar utang sendiri,” pungkas Roy.***

Tinggalkan Balasan