
KuninganSatu.com,- Bertempat di Lapangan Primajasa Exhibition Center, Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya, Sabtu (5/4/2025), Bupati Kuningan, Dr. H. Dian Rachmat Yanuar, M.Si., menghadiri acara Silaturahmi dan Halal Bihalal Keluarga Besar Partai Gerindra Jawa Barat.
Meski acara Silaturahmi dan Halal Bihalal itu merupakan sesuatu yang lumrah dilakukan pasca Hari Raya, namun hadirnya Dian Rachmat Yanuar dan Tuti Andrian dalam acara Partai besutan Prabowo Subianto ini mendapatkan komentar dari Aktivis Masyarakat Peduli Kuningan, Yudi Setiadi.
“Kita semua tentunya tahu bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki pendirian, namun faktanya di negeri ini, pemimpin yang laris manis kebanyakan adalah mereka yang bisa berdiri di semua tempat. Gonta-ganti panggung, ganti baju, ganti gaya, yang penting eksis dan yang penting ‘muncul’ dan tidak penting jelasnya di mana," ujar Yudi.
Yudi sendiri menyikapi status Dian Rachmat Yanuar sebagai sosok seorang Bupati Kuningan yang diusung penuh oleh Partai Golkar sekaligus duduk sebagai Dewan Penasehat DPD Golkar Kuningan. Namun tidak sedikitpun dalam acara tersebut ia menunjukan jati dirinya sebagai kader Golkar.
"Harusnya sih, jelas ya... warna kuning itu simbol Golkar, itu udah kayak seragam tempur, tapi apa yang kita lihat?" kata Yudi.
“Waktu silaturahmi sama kader Golkar bajunya warna coklat yang lebih mirip ASN daripada politisi. Bukan cuma warna bajunya, tapi cara bicaranya kalem, datar layaknya pejabat netral, bukan kader yang berjuang buat partai pengusungnya," imbuhnya.
Mungkin orang-orang akan menilai ini sebagai sebuah strategi politik tinggi untuk merangkul semua golongan, tapi dibalik itu jika semua dirangkul maka identitas sang politisi itu sendiri akan menjadi bias.
“Karena politik itu bukan soal bisa hadir di semua panggung, tapi soal punya sikap, punya warna. Dan yang kita lihat hari ini? Ada pemimpin yang lebih sibuk gonta-ganti warna daripada menunjukkan jati diri," ucap Yudi.
“Saya tidak anti diplomasi. Tapi beda dong, antara diplomasi sama pencitraan kemasan," tambahnya.
Lebih lanjut Yudi pun mengingatkan bahwa hari ini publik sudah semakin pintar dan bisa membedakan mana sosok pemimpin yang tegas, dan mana yang cuma bermain aman.
"Apalagi di zaman digital kayak gini, foto, video, jejak digital semua tersimpan abadi. Kita bisa lihat sendiri hari ini pake baju ini, besok pake yang itu, hari ini ngaku A, besok foto bareng B, Konsisten?," katanya.
Ada hal yang lebih serius dari permasalahan ini yaitu soal loyalitas, karena ketika seseorang didukung penuh oleh partainya dan tidak menunjukkan loyalitas itu secara terbuka bagaimana kondisi kader-kader di bawahannya dan apakah mesin partainya akan berjalan.
“Kalau baju kuning saja tidak dipakai dengan bangga, terus kita harap dia bakal setia sama janji politiknya? Janji buat rakyat? karena pemimpin yang tidak loyal ke partai bisa saja tidak loyal kepada konstituennya. Hari ini pegang tangan kita, besok peluk pundak lawan. Semudah itu?" katanya.
Yudi juga menegaskan bahwa kejadian ini bukan hanya sekadar drama ganti baju tapi soal arah politik dan kejelasan sikap dari seorang pemimpin sekaligus kader partai.
"Karena jika hari ini pemimpin kita bisa hadir di semua forum tanpa sikap, jangan heran jika nanti saat rakyat butuh kejelasan, dia cuma bilang "Saya Netral", dan dari situ kita belajar bahwa bukan hanya partai yang bisa dikhianati, tapi juga rakyat," tegasnya.
Jalan-jalan politik itu boleh, kata Yudi, tapi jika semua pintu dibuka, semua ruang dimasuki, semua warna dipakai, maka pertanyaanya adalah apalah "Dimanakah Ideoleoginya Politisnya Bersandar Saat Ini?.
(red)