Pengadaan Buku Induk Peserta Didik di Kuningan Diduga Jadi Ajang "Bagi-Bagi Kue", K3S Turut Terlibat, Efisiensi Anggaran Dikesampingkan

Jumat, 25 April 2025, April 25, 2025 WIB Last Updated 2025-04-25T04:41:08Z


KuninganSatu.com,- Dugaan praktik pengadaan bermasalah mencuat di dunia pendidikan Kabupaten Kuningan. Kali ini, pengadaan buku induk peserta didik menjadi sorotan karena diduga tidak transparan, dikoordinasi oleh oknum di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta melibatkan peran aktif Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S) dalam “mengamankan” distribusi ke sekolah-sekolah.


Berdasarkan informasi yang dihimpun, penyedia buku induk sudah “dikunci” sejak awal oleh oknum tertentu, tanpa memberi ruang bagi sekolah untuk melakukan pemilihan secara mandiri melalui Sistem Informasi Pengadaan di Sekolah (SIPLah) yang merupakan platform resmi yang disiapkan oleh pemerintah untuk menjamin keterbukaan dan efisiensi pengadaan.


“Dari awal sudah diarahkan. K3S yang memfasilitasi pengumpulan data dan menyebarkan informasi penyedia. Sekolah tinggal ikut saja,” ungkap salah satu kepala sekolah dasar di wilayah timur Kuningan, yang meminta identitasnya dirahasiakan, Jum'at (25/4/2025).


Ia juga menambahkan bahwa harga satuan buku yang dibeli jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga di SIPLah.


“Kalau dibandingkan, selisihnya bisa sampai dua kali lipat. Padahal buku sejenis bisa kami dapatkan lebih murah jika beli langsung lewat SIPLah," ungkapnya.


Analisis Hukum: Berpotensi Langgar Aturan Pengadaan


Dugaan praktik pengkondisian ini tidak hanya melanggar prinsip transparansi, tetapi juga bisa masuk dalam kategori pelanggaran hukum jika  didasarkan pada:


Permendikbud Nomor 14 Tahun 2020, dimana pengadaan barang oleh satuan pendidikan harus dilakukan langsung oleh sekolah dan melalui SIPLah.


Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah menekankan asas efisiensi, efektivitas, transparansi, dan akuntabilitas.


UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), penyalahgunaan kewenangan dalam pengadaan yang mengakibatkan kerugian negara dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi.



Dalam konteks ini, jika benar terjadi pengkondisian penyedia, markup harga, dan koordinasi di luar prosedur resmi, maka ada indikasi pelanggaran administratif sekaligus pidana.


Efisiensi Anggaran Dikesampingkan


Seharusnya, sekolah memiliki hak penuh untuk menentukan sendiri kebutuhan dan penyedia melalui sistem resmi. Dengan pengkondisian seperti ini, efisiensi anggaran terabaikan. Padahal, selisih harga yang terlihat kecil di satu sekolah bisa menjadi besar jika terjadi secara massal di ratusan sekolah.


“Kalau tiap sekolah beli 2 buku dengan selisih harga mencapai Rp. 200.000,- per buku, satu sekolah saja sudah rugi Rp 400.000. Dikali ratusan sekolah? Ini bentuk pemborosan anggaran yang nyata,” tambah sumber yang sama.


Dugaan keterlibatan K3S dalam proses ini menambah keruh persoalan. Sebagai organisasi profesional, K3S seharusnya berfungsi mendukung mutu pendidikan, bukan justru terlibat dalam skema distribusi pengadaan yang menguntungkan segelintir pihak.


(red)


Komentar

Tampilkan

  • Pengadaan Buku Induk Peserta Didik di Kuningan Diduga Jadi Ajang "Bagi-Bagi Kue", K3S Turut Terlibat, Efisiensi Anggaran Dikesampingkan
  • 0

Terkini

Topik Populer