
KuninganSatu.com,- Sejumlah sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, tercatat menerima kucuran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler dengan jumlah yang sangat signifikan. Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kuningan, dari 117 SMP yang ada, sembilan di antaranya menerima dana BOS di atas Rp. 1 miliar untuk tahun anggaran 2024.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Bidang Pembinaan SMP Disdikbud Kuningan, H. Abidin, menekankan pentingnya keterbukaan dalam pengelolaan dana BOS. "Besaran dana BOS dan penggunaannya harus diumumkan melalui papan pengumuman sekolah. Namun, akan lebih baik jika ditampilkan melalui baliho besar di depan sekolah pada lokasi yang mudah terlihat oleh masyarakat umum," ujarnya.
Langkah ini, menurutnya, bukan sekadar pemenuhan kewajiban administratif, tetapi juga bentuk pertanggungjawaban publik dan cara membangun kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.
Besarnya anggaran dana BOS ini turut menjadi perhatian masyarakat dan kelompok sipil. Salah satunya adalah Ikhsan Marzuki, penggagas Gerakan Kita yang merupakan sebuah komunitas yang mendorong tumbuhnya kesadaran kritis publik dalam mengawal tata kelola pemerintahan dan keuangan negara.
“Ini uang rakyat. Dana publik seperti BOS tidak boleh dikelola dalam ruang gelap. Masyarakat punya hak untuk tahu, mengawasi, bahkan mempertanyakan. Terlebih jika nilainya sudah menyentuh miliaran rupiah,” kata Ikhsan dengan tegas.
Sebagaimana diatur dalam Permendikbudristek No. 63 Tahun 2022, penggunaan dana BOS Reguler diarahkan pada sepuluh peruntukan strategis, yaitu: Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Pengembangan perpustakaan, Kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, Evaluasi pembelajaran, Administrasi sekolah, Pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, Langganan daya dan jasa, Pemeliharaan sarana dan prasarana, Pembayaran honor non-ASN, serta Belanja prioritas lainnya yang menunjang layanan pendidikan.
Dengan begitu luasnya cakupan penggunaan dana, maka pengelolaannya harus mengedepankan prinsip efisiensi, efektivitas, dan tentu saja, keterbukaan.
Ikhsan menegaskan bahwa tuntutan transparansi bukan sekadar tuntutan moral, tetapi amanat konstitusional dan regulatif, sebagaimana tercantum dalam:
Permendikbudristek No. 63/2022: Wajib publikasi penggunaan BOS kepada masyarakat.
Permendagri No. 20/2018: Dana publik harus dikelola secara transparan dan partisipatif.
UU No. 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP): Setiap badan publik wajib menyediakan informasi secara terbuka kepada publik.
“Ketika transparansi dijalankan secara konkret, misalnya melalui baliho besar di depan sekolah, maka sekolah memiliki kekuatan untuk menolak intervensi pihak luar yang tidak berwenang. Baik itu oknum birokrat, LSM, maupun pihak yang mengatasnamakan penegak hukum. Transparansi yang diwujudkan lewat surat edaran dan baliho akan menjadi tameng, perlindungan bagi institusi sekolah dan Kepala Sekolah,” imbuh Ikhsan.
Sebagai bagian dari upaya sistemik, Gerakan Kita mendorong Disdikbud Kuningan untuk mengeluarkan surat edaran resmi yang mewajibkan setiap sekolah mempublikasikan pengelolaan dana BOS secara visual dan informatif—sebagaimana dilakukan pemerintah desa dalam pengelolaan dana desanya.
“Surat edaran ini akan menjadi dasar legal bagi sekolah untuk menolak permintaan yang tidak sesuai aturan, sekaligus mengurangi ruang abu-abu yang selama ini sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu,” tegasnya.
Dalam pandangan Ikhsan, alokasi dana pendidikan tidak boleh dipandang sebagai beban anggaran yang harus ditekan. Sebaliknya, harus ditempatkan sebagai investasi strategis jangka panjang. Di sinilah pentingnya perencanaan dan perhitungan yang matang serta cermat dalam menentukan besaran alokasi anggaran pendidikan.
“Jika hasilnya nyata dan terukur, maka negara tidak akan ragu menambah alokasinya. Tapi jika hanya dianggap sebagai biaya, maka orientasinya hanyalah efisiensi, bukan transformasi kualitas pendidikan,” tandasnya.
Ikhsan juga mengusulkan diterapkannya skema reward and punishment untuk memperkuat tata kelola BOS. Apresiasi dapat diberikan kepada sekolah yang mengelola BOS dengan baik, seperti Penambahan Dana BOS/BOSP, Promosi Kepala Sekolah, Pelatihan Karir dan Diklat, Studi Banding ke Sekolah Rujukan, atau Sertifikat Integritas Publik. Sementara itu, sanksi bagi sekolah yang tidak transparan bisa berupa Teguran tertulis, Evaluasi Kepala Sekolah, Pembekuan dana BOS sementara, atau Rekomendasi pemeriksaan keuangan oleh inspektorat.
“Transparansi dalam pengelolaan dana BOS bukan sekadar regulasi administratif. Ia adalah fondasi dari integritas lembaga pendidikan. Jika Kabupaten Kuningan berhasil menanamkan budaya ini secara menyeluruh, maka Kuningan bisa menjadi model nasional dalam tata kelola anggaran pendidikan yang modern, terbuka, dan partisipatif,” pungkas Ikhsan.
(red)