
KuninganSatu.com,- Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kabupaten Kuningan mengajukan permohonan usulan pencairan tunda bayar Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik Tahun Anggaran 2024. Dana ini dialokasikan untuk berbagai kegiatan pembangunan dan pengembangan sektor pertanian di sejumlah kecamatan di Kabupaten Kuningan.
Total dana yang akan disalurkan mencapai Rp1.657.500.000, mencakup 32 kegiatan Swakelola yang tersebar di berbagai desa dan kelompok tani (Poktan). Kegiatan yang didanai meliputi pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian seperti pembangunan pelengkap irigasi, pembangunan dan rehabilitasi dam parit, hingga pembangunan jalan produksi hortikultura dan perkebunan.
Menurut Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (perubahan dari Perpres 16/2018), kegiatan swakelola yang diselenggarakan tersebut termasuk ke dalam Swakelola Tipe IV yang dilaksanakan oleh Kelompok Masyarakat (Pokmas) dan biasanya digunakan untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat atau pembangunan berbasis komunitas lokal.
Adanya hal tersebut, Senin (28/4/2025) salah satu pemerhati kebijakan di Kabupaten Kuningan, Iwan Iba menyoroti terkait teknis pelaksanaan kegiatan swakelola yang ia nilai sudah sangat menyimpang dari regulasi yang ditentukan pemerintah.
Iwan mengatakan ada beberapa point yang patut disoroti diantaranya kinerja Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Diskantan kaitanya dengan kontrak pekerjaan yang ditandatanganinya dan ketersediaan anggaran.
"Tentunya PPK berani menandatangani komitmen pekerjaan apabila anggaran sudah dipastikan tersedia. Jika kini faktanya terjadi tunda bayar apalagi pada pekerjaan swakelola, kinerja PPK patut dipertanyakan," ujar Iwan.
Selanjutnya Iwan mengatakan bahwa mekanisme pencairan anggaran kegiatan swakelola seperti diketahui bersama menggunakan skema dibayar dimuka dan termin sesuai dengan progress pekerjaan yang akan dilakukan pada perencanaan. Jika sekarang terjadi tunda bayar, maka logikanya pekerjaan tidak akan selesai karena keterbatasan anggaran, namun fakta di lapangan ternyata pekerjaan telah selesai dilaksanakan.
"Dari mana anggaran untuk menyelesaikan pekerjaan jika faktanya tunda bayar?Apakah dari dana pribadi kelompok masyarakat?Ini juga patut diduga adanya peran pihak ketiga dalam penyelesaian kegiatan tersebut," tegas Iwan.
"Seharusnya jiga termin pencairan anggaran terhambat, kelompok masyarakat sebagai pelaksana tidak perlu menyelesaikan pekerjaan, toh tidak ada sanksi wanprestasi juga, justru ketika termin terhambat tapi pekerjaan selesai, ini jadi tanda tanya besar," imbuhnya.
Kemudian kata Iwan, dari data yang diajukan oleh Diskantan per April 2025 ini ia menganalisa tentang nilai pembayaran anggaran yang belum dibayarkan rata-rata mencapai 30% dari nilai pekerjaan.
"Kalau sisa anggaran yang belum dibayarkan rata-rata mencapai 30% dan fakta di lapangan menunjukan pekerjaan sudah selesai, patut diduga juga adanya markup anggaran karena ternyata hanya dengan 70% anggaran pun pekerjaan sudah bisa diselesaikan, terkecuali kalau benar ada pihak ketiga yang berperan untuk menutupi kekurangan anggaran," kata Iwan.
Lebih lanjut Iwan juga menyoroti perihal Laporan Pertanggungjawaban atas kegiatan tersebut yang diduga sarat manipulasi. Menurutnya, LPJ atas sebuah kegiatan merupakan gambaran detail dari pelaksanaan kegiatan dari awal hingga kegiatan selesai dilaksanakan.
"Anggarannya saja tunda bayar, bagaimana bisa membuat LPJ?Apakah dalam LPJ tersebut tidak dilaporkan kegiatan 100%?Ini patut diduga ada manipulasi yang dilakukan dalam hal tersebut, atau ini sebagai bukti nyata adanya pihak ketiga yang berperan dalam kegiatan swakelola tersebut, apakah itu bukan sebuah pelanggaran hukum?," kata Iwan dengan nada bertanya.
Iwan menegaskan bahwa kegiatan swakelola yang menjadi korban tunda bayar ini sudah sangat jelas melanggar regulasi yang ada baik dari tata kelola anggaran, teknis pelaksanaan, hingga pelaporan.
Ia berharap kepada pihak-pihak terkait khususnya Aparat Penegak Hukum (APH) untuk tidak menutup mata akan hal seperti ini. Di satu sisi tentunya jika swakelola ini secara benar dilaksanakan maka akan membebani kelompok masyarakat dalam hal anggaran.
"Saya harap APH jangan menutup mata, tunda bayar dalam kegiatan swakelola ini, jangan sampai hal seperti ini dijadikan sebuah kewajaran karena selain dapat merugikan juga membuka celah-celah penyalahgunaan wewenang," tukas Iwan.